Economics : Pedagang Kaki Lima Di Purwokerto
Pedagang Kaki Lima Di Purwokerto
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Badan Usaha di Indonesia saat ini sudah menjamur di berbagai tempat. Mulai
dari yang bersifat formal yang meliki struktur organisasi yang rapi hingga yang
masih bersifat non-formal yang hanya mengandalkan struktur organisasi yang
sederhana. Mulai dari yang persero yang modal dan pengelolanya dikelola oleh
satu orang saja, hingga perusahaan-perusahaan besar yang sudah go public
sehingga kepemilikannya menyebar luas di masyarakat. Mulai dari yang dimilki
oleh pemerintah dan digunakan samata-mata untuk kemaslahatan masyarakat, hingga
yang dimiliki oleh swasta yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan
sebesar-besarnya.
Dibalik wajah indah Purwokerto yang kini mulai dihiasi oleh mall-mall besar
seperti Rita Pasaraya, Moro, Tamara Plaza, dan berbagai mall besar lain,
terdapat badan usaha yang tak kalah berpengaruh bagi pergerakan perekonomian di
kota tersebut. Pedagang Kaki Lima (PKL), itulah badan usaha tersebut. Walaupun
hal ini mungkin sepele di kota-kota besar lain, namun PKL di kota ini cukup
berperan bagi pertumbuhan perekonomian di kota tersebut. Pilihan masyarakat
Purwokerto selain bekerja di pasar, adalah di bidang tersebut. Lalu,
bagaimanakah potret kehidupan PKL tersebut? Dalam tulisan ini, penulis
melakukan observasi terhadap salah satu PKL di Purwokerto sebagai gambaran umum
terkait profil badan usaha yang bersangkutan.
B. Rumusan Masalah
Dalam kegiatan observasi ini, penulis memiliki masalah utama yaitu
bagaimanakah profil badan usaha salah satu PKL di Purwokerto?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan laporan observasi ini adalah mempelajari profil badan
usaha salah satu PKL di Purwokerto.
D. Manfaat
Adapun Manfaat dari penulisan laporan observasi ini adalah untuk mengetahui
profil badan usaha salah satu PKL di Purwokerto serta dapat menjadi salah satu
sumber bagi peneliti yang mungkin membutuhkannya.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Badan
Usaha
Badan usaha adalah suatu kesatuan organisasi dan ekonomis yang mempunyai
tujuan untuk memperoleh laba atau keuntungan dan memberikan layanan pada
masyarakat. Atau definisi lain dari badan usaha yaitu merupakan kesatuan
yuridis, teknis dan ekonomis yang mempunyai tujuan untuk mencari laba atau
keuntungan.[1]
B. Bentuk atau
jenis-jenis badan usaha yang ada di Indonesia
Di bagian bawah ini adalah jenis-jenis dari badan usaha yang ada di
Indonesia, diantaranya sebagai berikut ini:
1. BUMN (Badan Usaha Milik Negara)
BUMN yaitu badan usaha yang semua modalnya ataupun sebagaian modalnya
dimiliki oleh pemerintah dan status pegawai yang bekerja di BUMN adalah pegawai
negeri. BUMN saat ini ada 3 (tiga) macam, diantaranya yaitu:
a. Perjan
Perjan yaitu bentuk BUMN yang semua modalnya dimiliki oleh pemerintah.
Badan usaha ini berorientasi pada pelayanan masyarakat. Karena selalu mengalami
kerugian sekarang ini sudah tidak ada lagi perusahaan BUMN yang memakai model
Perjan, sebab besarnya biaya yang digunakan untuk memelihara perjan tersebut.
Contoh Perjan misalnya seperti: PJKA yang sekarang sudah berganti menjadi PT.
KAI (PT Kereta Api Indonesia).
b. Perum
Perum yaitu Perjan yang sudah diubah. Sama seperti Perjan, Perum dikelolah
oleh pemerintah dengan status pegawainya yaitu pegawai negeri. Akan tetapi
perusahaan ini masih mengalami kerugian meskipun status Perja telah diubah
menjadi Perum. Sehingga pemerintah harus menjual sebagian sahamnya kepada
publik dan statusnya berubah menjadi Persero.
c. Persero
Persero yaitu badan usaha yang dikelola oleh pemerintah atau negara. Sangat
berbeda dengan Perjan maupun Perum, tujuan dari Persero adalah untuk mencari
keuntungan dan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat sehingga Persero
tidak akan mengalami kerugian. Biaya untuk mendirikan persero sebagian atau
seluruhnya berasal dari kekayaan negara dan pemimpin Persero disebut dengan
Direksi, serta pegawai yang bekerja berstatus sebagai pegawai swasta.
Perusahaan ini tidak mendapatkan fasilitas dari negara Dan badan usaha Persero
ditulis dengan PT (Nama dari perusahaan).
Beberapa contoh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) saat ini, misalnya seperti:
PT Jasa Raharja, PT Telekomunikasi Indonesia, PT Bank Negara Indonesia, PT Bank
Rakyat Indonesia dan lain-lain.
2. BUMS (Badan Usaha Milik Swasta)
BUMS yaitu badan usaha yang dimodali maupun didirikan oleh seseorang
ataupun kelompok swasta. Macam-macam BUMS yang diantaranya sebagai berikut ini:
a. Firma (Fa)
Firma yaitu suatu Badan Usaha yang didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih,
yang dimana setiap anggotanya mempunyai tanggung jawab penuh terhadap
perusahaan. Untuk mendirikan firma dilakukan dengan cara membuat akta
perjanjian dihadapan Notaris. Yang dimana perjanjian itu memuat nama dari
pendiri Firma, cara membagi-bagi keuntungan yang diperoleh, serta waktu dimulai
maupun diakhirinya perjanjian tersebut.
b. CV (Commanditaire vennotschap) atau
Persekutuan Komanditer
CV merupakan badan usaha yang didirikan olah 2 (dua) sekutu orang ataupun
lebih, yang dimana sebagian merupakan sekutu aktif dan sebagian lainnya lagi
merupakan sekutu pasif. Sekutu aktif yaitu mereka yang menyertakan modal
sekaligus menjalankan usahanya sedangkan sekutu pasif yaitu mereka yang
menyertakan modal dalam usaha tersebut. Sekutu aktif mempunyai tanggung jawab
penuh terhadap semua kekayaan dan terhadap utang perusahaan, sedangkan sekutu
pasif hanya mempunyai tanggung jawab terhadap modal yang diberikan.
c. PT (Perseroan Terbatas)
PT merupakan badan usaha yang modalnya terbagi atas saham-saham, tanggung
jawabnya terhadap perusahaan bagi para pemiliknya hanya sebatas sebesar saham
yang dimiliki. Saat ini ada 2 (dua) macam PT yaitu PT Tertutup dan PT terbuka.
Yang dimaksud dengan PT tertutup adalah PT yang dimana pemegang sahamnya
terbatas hanya dikalangan tertentu saja seperti misalnya hanya di kalangan
keluarga, sedangkan yang dimaksud dengan PT terbuka adalah PT yang
saham-sahamnya dijual kepada publik atau umum.
Beberapa contoh Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) saat ini, misalnya seperti:
PT Pupuk Kaltim, PT Union Metal, PT Djarum, PT Holcim, PT Karakatau Steel dan
lain-lain.[2]
C. Pengertian
Pedagang Kakil Lima
Pedagang Kaki Lima atau yang biasa disingkat dengan kata PKL adalah istilah
untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak.Istilah itu sering
ditafsirkan demikian karena jumlah kaki pedagangnya adalima. Lima kaki tersebut
adalah dua kaki pedagang ditambah tiga "kaki"gerobak (yang sebenarnya
adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki).Dahulu namanya adalah pedagang
emperan jalan, sekarang menjadi pedagang kaki lima, namun saat ini istilah PKL
memmiliki arti yang lebih luas, Pedagang Kaki Lima digunakan pula untuk
menyebut pedagang dijalanan pada umumnya. Tapi menurut Kamus Umum Bahasa
Indonesia susunan W.J.SPoerwadarminta, istilah kaki lima adalah lantai yang
diberi atap sebagai penghubung rumah dengan rumah, arti yang kedua adalah
lantai (tangga) dimuka pintu atau di tepi jalan. Arti yang kedua ini lebih
cenderung diperuntukkan bagi bagian depan bangunan rumah toko, dimana di jaman
silam telah terjadi kesepakatan antar perencana kota bahwa bagian
depan(serambi) dari toko lebarnya harus sekitar lima kaki dan
diwajibkandijadikan suatu jalur dimana pejalan kaki dapat melintas. Namun ruang
selebar kira-kira lima kaki itu tidak lagi berfungsi sebagai jalur lintas bagi
pejalan kaki, melainkan telah berubah fungsi menjadi area tempat
jualanbarang-barang pedagang kecil, maka dari situlah istilah pedagang kaki
lima dimasyarakatkan.[3]
D. Sejarah
Pedagang Kaki Lima
Adapun yang menyebutkan bahwa kata “kaki lima” berasal dari masa penjajahan
Belanda.Saat itu Kolonial menetapkan bahwa setiap ruas jalan raya harus menyediakan
sarana untuk pejalan kaki selebar lima kaki, atau sekitar satu setengah meter
untuk kaum pedestrian. Namun setelah Indonesia merdeka, ruas jalan tersebut
banyak dimanfaatkan para pedagang untuk berjualan, sehingga masyarakat
menganalnya dengan nama pedagang emperan, namun menurut sejarahnya lebih tepat
disebut pedagang kaki lima.[4]
BAB III
HASIL OBSERVASI
Pedagang kaki lima (PKL) di Kota Purwokerto
dapat dibilang cukup berperan dalam perekonomian di kota tersebut. Sebagian
masyarakat, terutama yang tinggal di desa mendapatkan penghasilan kalau tidak
melalui pasar, maka melalui usaha tersebut. Beberapa PKL di Kota Purwokerto
juga sudah memiliki sebuah organinasi yang menjadi wadah para pedagang kaki
lima yang sudah menjamur di beberapa sudut-sudut kota. PPKL Jendral Soedirman
(Persatuan Pedagang Kaki Lima Jendral Soedirman) merupakan salah satu yang
paling besar. Membentang dari trotoar jalan Jendral Soedirman, hingga daerah
Pasar Wage yang panjangnya kurang lebih 500 m. Pemerintah kota tersebut sendiri
hingga sekarang terlihat ‘bersahabat’ dengan para PKL tersebut. Jarang sekali
adanya penertiban PKL. Hipotesis yang bisa diambil dari hal ini adalah
pemerintah menyadari besarnya pengaruh PKL bagi para warga, baik sebagai
pemenuhan kebutuhan atau sebagai sumber penghasilan utama bagi pedaganngya.
Mas Deny, salah seorang warga Sumatera yang
pindah ke Jawa sekitar tahun 1990-an adalah salah seorang pedagang kios pakaian
olahraga di jalan Overste Isdiman kota Purwokerto. Setelah tamat SMA, ia
langsung membantu ayahnya, Bapak Das berjualan di tempat tersebut. Di jalan
tersebut pula, terdapat belasan kios yang menjanjakan barang dagangan yang sama
yaitu pakaian-pakaian olahraga serta menerima pesanan kaus. Bedanya, kios ini
hanya menjual kaus-kaus olahraga dan berbagai training, tanpa ada usaha
konveksi seperti kios-kios di sekitar area tersebut. Sepatu-sepatu pun tak terlihat
menghiasi kios tersebut. Kaus-kaus sepak bola dari berbagai macam tim di
eropalah yang mendominasi barang dagangan di kios tersebut. Hal ini memang
sengaja dilakukan karena selera masyarakat akan pertandingan sepak bola di
eropa terutama di liga Inggris (English Premier League), Spanyol (Divisi
Primera), Italia (Serie A), dan Jerman (Bundes Liga) sangat tinggi. Kaus
tim-tim besar seperti Real Madrid, Barcelona, Manchester United, Arsenal,
Bayern Munchen, dan berbagai tim lain terlihat menehui kios kecilnya yang
berukuran kurang lebih 4 x 4 meter persegi. Tak hanya memasok dari dalam negeri
seperti Bandung dan Yogyakarta, kios tersebut bahkan mengimpor kaus-kaus sepak
bola dari Thailand untuk memenuhi selera para fans sepak bola.
Kios ini didirikan oleh ayahnya yang bernama
Bapak Das sekitar tahun 1990-an (narasumber tidak mengingat tahunnya). Bapak
Das juga orang Sumatera yang mencoba peruntungan di Jawa lewat penjualan
pakaian-pakain tersebut. Kios ini dapat dibilang kios yang buka lebih awal dari
kios-kios di area tersebut yang rata-rata baru buka pukul 09:00 pagi. Pukul
07:00 pagi kios tersebut mulai di rapikan untuk segera dibuka dan ditutup pada
pukul 05:30 sore. Mas Deny mengaku bahwa tempat yang saat ini ia jadikan kios
tidak memerlukan biaya sewa. Mengenai besarnya omzet yang didapat, Mas Deny
kebingungan menjawabnya. Hal ini dikarenakan memang penghasilan yang didapat
tidak menentu. Terkadang besar, namun tak jarang pula sedikit.
Adalah Bapak Das lah yang menjadi pemilik
sekaligus pengola kios ini baik pemasaran, maupun keuangan. Namun Mas Deny yang
menjadi penjaga kios tersebut kesehariannya. Dan hal yang disayangkan adalah
penulis tidak bisa bertemu dengan Bapak Das secara langsung.
Prospek kedepan, sebenarnya Mas Deny
menginginkan untuk memperbesar usahanya, namun belum terpikir bagaimana
melakukannya. Dan ia pun mengembalikan keputusan tersebut ke tangan ayahnya
selaku pemilik kios tersebut.
Kondisi perekonomian Indonesia yang
akhir-akhir ini sangat tidak bersahabat yang ditandai dengan melemahnya rupiah
hingga menembus angka Rp14.000,00 per USD dan harga barang pokok yang kian
meningkat, ikut memengaruhi pendapatan dari kios kecil ini. Biaya produksi yang
meningkat, mengakibatkan harga pokok barang dagang meningkat. Belum lagi daya
beli masyarakat yang ikut turun akibat pelemahan ekonomi tersebut.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pedagang Kaki Lima (PKL) di Purwokerto merupakan salah satu penyokong
perekonomian dari kota tersebut. PKL di kota tersebut bahkan sudah menjadi
suatu hal yang besar ditandakan dengan munculnya organisasi PKL seperti PPKL
(Persatuan Pedagang Kaki Lima) Jendral Soedirman. Badan Usaha non-formal ini
masih memiliki struktur yang sederhana, baik dalam hierarki kepengurusan,
hingga manajemen keuntungan. Hal tersebut sesuai dengan salah satu ciri-ciri
badan usaha non-formal, baik persero, firma, maupun CV.
B. Saran
Melihat pentingnya PKL bagi masyrakat Purwokerto baik untuk pedagang itu
ataupun masyarkat sebagai pemenuhan kebutuhan, maka perlu diadakan penertiban.
Pemerintah tidak perlu melakukan penertiban dengan menggusur para PKL itu,
penertiban yang dimaksudkan disini adalah pemberian area khusus bagi PKL,
ataupun pembatasan area trotoar yang diperbolehkan dijadikan tempat berdagang.
Hal ini selain untuk membuat kota terlihat rapi, juga dapat meningkatkan
kenyamanan warga dalam menggunakan trotoar.
Comments
Post a Comment