Journey : Lelaki Rapuh
Lelaki Rapuh
Malam indah itu, Saya dan teman saya yang terkenal sebagai pengamat sosial
yang memiliki pengetahuan sosial terluas di kalangan kami, Syahrul Hidayat,
melakukan sedikit intermezo selapas selama hampir satu bulan penuh hari-hari
kami dipenuhi oleh ujian-ujian yang menentukan kehidupan kami kedepannya. Ujian
Praktik, Ujian Akhir Madarasah, dan yang baru kami alami pagi tadi, UAMBN.
Sedikit diselingi tawa dan canda,
kami mencoba mengangkat sebuah topik yang
mungkin sedang kami permasalahkan akhir-akhir ini.
Malam itu kami berdiskusi tentang siapakah yang lebih rapuh, laki-laki atau
perempuan. Mungkin kebanyakan dari kita menyebutkan bahwa perempuanlah yang
akan memenangkan kontes ini. Baik melihat bentuk fisik, serta kamampuan
berfikir logis, mungkin menjadi dalih kita untuk mengacap bahwa keturunan Hawa
lah yang pantas menyandang gelar manusia rapuh. Belum lagi anggapan bahwa
laki-laki adalah penolong dan pelindung bagi perempuan.
Allah pun berfirman,
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah
telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain
(wanita),(QS An-Nisa : 34)”
Dari sini, keyakinan kita bertambah bahwa kaum Adam lebih tangguh daripada
pasangan hidupnya itu.
Namun pada malam ini, kami membahas masalah lain, yang mungkin kebanyakan
orang tak memikirkannya. Masalah pelik yang mungkin dialami sebagian besar
laki-laki dihidupnya.
Diskusi kami berawal dari istilah yang populer di awal abad ke 20. Metrosex
dan Ubersex. Tunggu dulu. Jangan selalu menganggap negatif kata-kata
yang mengandung unsur sex didalamnya. Bahkan kedua istilah ini jauh dari
hal-hal yang demikian.
Mari kita mulai dengan yang pertama, metrosex. Metroseksual berasal dari
etimologi Yunani, metropolis, artinya ibu kota, plus seksual. Definisinya ;
sosok pria muda berpenampilan dandy, senang memanjakan dirinya, sangat peduli
dengan penampilannya, senang menjadi pusat perhatian ( bahkan menikmatinya ),
sangat tertarik dengan fashion dan berani menampilkan sisi femininnya. Mereka
ini bahkan ditengarai sebagai sosok narsistik, yang jatuh cinta tidak hanya
terhadap diri sendiri, tetapi juga gaya hidup urban.
Pada tahun 1990-an, laki-laki yang seperti ini (metrosex) dicap sebagai
laki-laki homo yang kurang pergaulan. Anggapan itu terus berlanjut hingga
akhirnya pada awal abad 20, sebuah perusahaan asal Jepang menerbitkan iklan
dengan menyewa David Beckham selaku modelnya. Siapa yang tak kenal Beckham? Ia
adalah bintang lapangan hijau yang dengan permainan kakinya, ribuan mata
terhelak oleh aksi-aksi hebatnya. Namun dialin sisi, ia adalah pria tampan
ruapawan yang gemar berdandan. Bahkan istrinya pernah suatu kali berkata “Aku
hanya butuh setengah jam untuk berdandan untuk keluar rumah, tapi dia – Beckam,
membutuhkan dua jam!”
Ya, dialah ‘nabi’ dari metroseks ini. Dia berhasil merubah mainset
masyarakat yang awalnya menganggap pria yang suka berdandan itu adalah pria
homoseksual, menjadi lelaki idaman wanita. Bagaimana tidak? Dia adalah aktor
besar pemain sepak bola yang merupakan simbol maskulinitas dan merupakan bapak
yang baik bagi anak-anaknya.
Hal ini mengawali maraknya perubahan gaya hidup laki-laki di seluruh
penjuru dunia. Salon-salon yang awalnya hanya ramai didatangi oleh kaum Hawa,
sekarang kaum Adam pun tak mau kalah. Selain itu, berbagai macam produk-produk
‘kecantikan’ pria mulai bermunculan. Perusahaan-perusahaan besar tak mau kalah
dalam pasar yang sangat potensial ini.
Namun, paham itu tak bertahan lama. Masyarakat modern semakin sadar bahwa
laki-laki tidak sepatutunya berias diri dan hanya menjual wajahnya. Masyarakt
lebih membutuhkan setetes keringat lelaki dari pada berliter-liter minyak wangi
yang ia pakai. Masyarakat lebih membutuhkan lelaki yang kuat, baik fisik
ataupun psikisnya, bukan lelaki lemah yang takun penampilannya rusak. Maka
muncullah sitilah kedua. Ubersex.
Istilah ini
berasal dari bahasa Jerman “uber” yang berarti “segalanya, unggul, superior”
dan bahasa Latin “sexus” yang artinya “gender”. Contoh penggunaan kata “uber”
bisa kita lihat pada semboyan Hitler Deutchland uber alles (Jerman di atas
segalanya). Berarti, arti lelaki uberseksual kurang lebih adalah “lelaki yang
mempunyai karakter-karakter unggul dan superior”. Wordspy.com mendefisikan
“uberseksual” sebagai “A heterosexual man who is masculine, confident,
compassionate, and stylish.” Sedangkan Macmillan English Dictionary
mendefinisikannya sebagai “a heterosexual male who is both confident and
compassionate and has a strong interest in good causes and principles.”
“Lelaki uberseksual”,
kata Marian Salzman -- presiden Euro RSCG Worldwide PR cabang Amerika Utara
lulusan jurusan Sosiologi Harbard, “Adalah pria yang menggunakan aspek positif
maskulinitas, seperti kepercayaan diri, kepemimpinan, dan kepedulian terhadap
orang lain di kehidupannya. Pria uberseksual sangat peduli pada nilai-nilai dan
prinsip hidupnya. Pria jenis ini lebih memilih untuk memperkaya ilmu dan
wawasannya di sela-sela waktu kosong yang ia miliki.”
“Dunia”, lanjutnya, “jauh lebih
berharap kepada pria yang menghabiskan waktunya untuk membaca buku dan
mengikuti banyak pelatihan, mencermati perkembangan terakhir yang ada di dunia
ini, dan menganalisis berbagai peristiwa daripada mereka yang sibuk
berhura-hura, pergi ke salon, menata rambut, mempermak wajah, dan memperkaya
aksesorisnya.
Inilah yang dibutuhkan masa depan. Laki-laki yang kaya akan ilmu. Yang
dengan pemikirannya, ia dapat membawa keberkahan bagi masyarakat. Yang dari
lisannya, terucap kalimat-kalimat tajam membangun mental masyarakat. Yang
dengan peluhnya, ia mengubah dunia ini.
Lalu, apa hubungannya dengan topik yang awalnya kita bahas tadi?
Mungkin akan panjang kalau kami mendiskusikan kedua istilah ini, maka kami
langsung menuju masalah intinya.
Salah satu ciri-ciri dari Ubersex adalah ia menghormati wanita, namun tetap
bermain dan bergaul dengan laki-laki. Mengapa?
Salah satu ciri-ciri dari Ubersex adalah ia menghormati wanita, namun tetap bermain dan bergaul dengan laki-laki.
Ada sebuah penelitian – yang Syahrul lupa oleh siapa dan tahun berapa,
bahwasanya perempuan menjadi perempuan setelah ia lahir di dunia ini, sedangkan
laki-laki menjadi laki-laki melalui lingkungan yang membentuknya. Jadi, bisa
dikatakan bahwa perempuan tetap akan menjadi perempuan, walaupun lingkungan
disekitarnya penuh dengan nuansa maskulinitas. Beda dengan laki-laki.
Lingkungan disekitarnyalah yang membentuknya. Jadi, tidak aneh kalau kita
sering melihat laki-laki yang agak kemayu ataupun laki-laki yang sangat keras.
Disinilah kerapuhan laki-laki. Dibalik jenggot keren dan tubuh kekar kami,
kami memiliki sebuah kelemahan telak yang membuat kami begitu rapuh. Rapuh
dalam pembangunan karakter. Kami adalah makhluk berdarah dingin yang hanya
mampu menyesuaikan dengan lingkungan tempat tinggal kami.
Kami pun sedikit meyinggung kehidupan kami di Insan Cendekia, yang boleh
dikatakan bahwa perempuan-perempuan yang ada didalamnya sangatlah feminim.
Perempuan yang dalam istilah sekarang sangat baper – bawa perasaan. Yang
sedikit-sedikit mencampuradukan perasaan dengan keadaan yang sebenarnya
terjadi. Tapi mungkin itu pandangan kami, terserah anda memandangnya bagaimana.
Tapi sebuah kesimpulan yang dapat kami ambil dari obrolan panjang kami –
yang membuat kami terjaga hingga jam menunjukan pukul 12 malam, bahwa tidak
sepatutnya kami – laki-laki, terlalu dekat dengan perempuan. Dekat disini dalam
artian bermain dan mengobrol menganai permasalahan-permasalah sehari-hari.
Bukan dalam pembelajaran. Kami menganggap bahwa, memang sebaiknya kami
mempertahankan sifat maskulinitas kami. Karena hal itu merupakan pisau kami
mengarungi hutan buas bernama kehidupan kelak. Bukan berarti sangat egois dan
antisosial. Tapi kembali ke masalah awal. Kami rapuh. Ya. Kami rapuh dalam
pembagunan kepribadian. Tidak seperti perempuan yang langsung menjadi
perempuan. Kami membutuhkan lingkungan dan teman yang ideal untuk membangun
kemaskulinitas kami.
Bukankan perempuan membutuhkan laki-laki yang bertanggung jawab? Tapi kalau
pembaca yang mungkin lebih membutuhkan teman ngobrol daripada tempat bersandar
untuk mengahadapi kerasnya kehidupan, maka silahkan anda dapat melupakan hasil
diskusi kami diatas.
Comments
Post a Comment