Journey : Lelaki Rapuh



Lelaki Rapuh
http://i.telegraph.co.uk/multimedia/archive/03029/Becks1_5_3029072b.jpg

Malam indah itu, Saya dan teman saya yang terkenal sebagai pengamat sosial yang memiliki pengetahuan sosial terluas di kalangan kami, Syahrul Hidayat, melakukan sedikit intermezo selapas selama hampir satu bulan penuh hari-hari kami dipenuhi oleh ujian-ujian yang menentukan kehidupan kami kedepannya. Ujian Praktik, Ujian Akhir Madarasah, dan yang baru kami alami pagi tadi, UAMBN.
Sedikit diselingi tawa dan canda,
kami mencoba mengangkat sebuah topik yang mungkin sedang kami permasalahkan akhir-akhir ini.
Malam itu kami berdiskusi tentang siapakah yang lebih rapuh, laki-laki atau perempuan. Mungkin kebanyakan dari kita menyebutkan bahwa perempuanlah yang akan memenangkan kontes ini. Baik melihat bentuk fisik, serta kamampuan berfikir logis, mungkin menjadi dalih kita untuk mengacap bahwa keturunan Hawa lah yang pantas menyandang gelar manusia rapuh. Belum lagi anggapan bahwa laki-laki adalah penolong dan pelindung bagi perempuan.
Allah pun berfirman,
“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),(QS An-Nisa : 34)”
Dari sini, keyakinan kita bertambah bahwa kaum Adam lebih tangguh daripada pasangan hidupnya itu.
Namun pada malam ini, kami membahas masalah lain, yang mungkin kebanyakan orang tak memikirkannya. Masalah pelik yang mungkin dialami sebagian besar laki-laki dihidupnya.
Diskusi kami berawal dari istilah yang populer di awal abad ke 20. Metrosex dan Ubersex. Tunggu dulu. Jangan selalu menganggap negatif kata-kata yang mengandung unsur sex didalamnya. Bahkan kedua istilah ini jauh dari hal-hal yang demikian.
Mari kita mulai dengan yang pertama, metrosex. Metroseksual berasal dari etimologi Yunani, metropolis, artinya ibu kota, plus seksual. Definisinya ; sosok pria muda berpenampilan dandy, senang memanjakan dirinya, sangat peduli dengan penampilannya, senang menjadi pusat perhatian ( bahkan menikmatinya ), sangat tertarik dengan fashion dan berani menampilkan sisi femininnya. Mereka ini bahkan ditengarai sebagai sosok narsistik, yang jatuh cinta tidak hanya terhadap diri sendiri, tetapi juga gaya hidup urban.
Pada tahun 1990-an, laki-laki yang seperti ini (metrosex) dicap sebagai laki-laki homo yang kurang pergaulan. Anggapan itu terus berlanjut hingga akhirnya pada awal abad 20, sebuah perusahaan asal Jepang menerbitkan iklan dengan menyewa David Beckham selaku modelnya. Siapa yang tak kenal Beckham? Ia adalah bintang lapangan hijau yang dengan permainan kakinya, ribuan mata terhelak oleh aksi-aksi hebatnya. Namun dialin sisi, ia adalah pria tampan ruapawan yang gemar berdandan. Bahkan istrinya pernah suatu kali berkata “Aku hanya butuh setengah jam untuk berdandan untuk keluar rumah, tapi dia – Beckam, membutuhkan dua jam!”
Ya, dialah ‘nabi’ dari metroseks ini. Dia berhasil merubah mainset masyarakat yang awalnya menganggap pria yang suka berdandan itu adalah pria homoseksual, menjadi lelaki idaman wanita. Bagaimana tidak? Dia adalah aktor besar pemain sepak bola yang merupakan simbol maskulinitas dan merupakan bapak yang baik bagi anak-anaknya.
Hal ini mengawali maraknya perubahan gaya hidup laki-laki di seluruh penjuru dunia. Salon-salon yang awalnya hanya ramai didatangi oleh kaum Hawa, sekarang kaum Adam pun tak mau kalah. Selain itu, berbagai macam produk-produk ‘kecantikan’ pria mulai bermunculan. Perusahaan-perusahaan besar tak mau kalah dalam pasar yang sangat potensial ini.
Namun, paham itu tak bertahan lama. Masyarakat modern semakin sadar bahwa laki-laki tidak sepatutunya berias diri dan hanya menjual wajahnya. Masyarakt lebih membutuhkan setetes keringat lelaki dari pada berliter-liter minyak wangi yang ia pakai. Masyarakat lebih membutuhkan lelaki yang kuat, baik fisik ataupun psikisnya, bukan lelaki lemah yang takun penampilannya rusak. Maka muncullah sitilah kedua. Ubersex.
Istilah ini berasal dari bahasa Jerman “uber” yang berarti “segalanya, unggul, superior” dan bahasa Latin “sexus” yang artinya “gender”. Contoh penggunaan kata “uber” bisa kita lihat pada semboyan Hitler Deutchland uber alles (Jerman di atas segalanya). Berarti, arti lelaki uberseksual kurang lebih adalah “lelaki yang mempunyai karakter-karakter unggul dan superior”. Wordspy.com mendefisikan “uberseksual” sebagai “A heterosexual man who is masculine, confident, compassionate, and stylish.” Sedangkan Macmillan English Dictionary mendefinisikannya sebagai “a heterosexual male who is both confident and compassionate and has a strong interest in good causes and principles.”
“Lelaki uberseksual”, kata Marian Salzman -- presiden Euro RSCG Worldwide PR cabang Amerika Utara lulusan jurusan Sosiologi Harbard, “Adalah pria yang menggunakan aspek positif maskulinitas, seperti kepercayaan diri, kepemimpinan, dan kepedulian terhadap orang lain di kehidupannya. Pria uberseksual sangat peduli pada nilai-nilai dan prinsip hidupnya. Pria jenis ini lebih memilih untuk memperkaya ilmu dan wawasannya di sela-sela waktu kosong yang ia miliki.”
 “Dunia”, lanjutnya, “jauh lebih berharap kepada pria yang menghabiskan waktunya untuk membaca buku dan mengikuti banyak pelatihan, mencermati perkembangan terakhir yang ada di dunia ini, dan menganalisis berbagai peristiwa daripada mereka yang sibuk berhura-hura, pergi ke salon, menata rambut, mempermak wajah, dan memperkaya aksesorisnya.
Inilah yang dibutuhkan masa depan. Laki-laki yang kaya akan ilmu. Yang dengan pemikirannya, ia dapat membawa keberkahan bagi masyarakat. Yang dari lisannya, terucap kalimat-kalimat tajam membangun mental masyarakat. Yang dengan peluhnya, ia mengubah dunia ini.
Lalu, apa hubungannya dengan topik yang awalnya kita bahas tadi?
Mungkin akan panjang kalau kami mendiskusikan kedua istilah ini, maka kami langsung menuju masalah intinya.
Salah satu ciri-ciri dari Ubersex adalah ia menghormati wanita, namun tetap bermain dan bergaul dengan laki-laki. Mengapa?
Salah satu ciri-ciri dari Ubersex adalah ia menghormati wanita, namun tetap bermain dan bergaul dengan laki-laki.
Ada sebuah penelitian – yang Syahrul lupa oleh siapa dan tahun berapa, bahwasanya perempuan menjadi perempuan setelah ia lahir di dunia ini, sedangkan laki-laki menjadi laki-laki melalui lingkungan yang membentuknya. Jadi, bisa dikatakan bahwa perempuan tetap akan menjadi perempuan, walaupun lingkungan disekitarnya penuh dengan nuansa maskulinitas. Beda dengan laki-laki. Lingkungan disekitarnyalah yang membentuknya. Jadi, tidak aneh kalau kita sering melihat laki-laki yang agak kemayu ataupun laki-laki yang sangat keras.
Disinilah kerapuhan laki-laki. Dibalik jenggot keren dan tubuh kekar kami, kami memiliki sebuah kelemahan telak yang membuat kami begitu rapuh. Rapuh dalam pembangunan karakter. Kami adalah makhluk berdarah dingin yang hanya mampu menyesuaikan dengan lingkungan tempat tinggal kami.
Kami pun sedikit meyinggung kehidupan kami di Insan Cendekia, yang boleh dikatakan bahwa perempuan-perempuan yang ada didalamnya sangatlah feminim. Perempuan yang dalam istilah sekarang sangat baper – bawa perasaan. Yang sedikit-sedikit mencampuradukan perasaan dengan keadaan yang sebenarnya terjadi. Tapi mungkin itu pandangan kami, terserah anda memandangnya bagaimana.
Tapi sebuah kesimpulan yang dapat kami ambil dari obrolan panjang kami – yang membuat kami terjaga hingga jam menunjukan pukul 12 malam, bahwa tidak sepatutnya kami – laki-laki, terlalu dekat dengan perempuan. Dekat disini dalam artian bermain dan mengobrol menganai permasalahan-permasalah sehari-hari. Bukan dalam pembelajaran. Kami menganggap bahwa, memang sebaiknya kami mempertahankan sifat maskulinitas kami. Karena hal itu merupakan pisau kami mengarungi hutan buas bernama kehidupan kelak. Bukan berarti sangat egois dan antisosial. Tapi kembali ke masalah awal. Kami rapuh. Ya. Kami rapuh dalam pembagunan kepribadian. Tidak seperti perempuan yang langsung menjadi perempuan. Kami membutuhkan lingkungan dan teman yang ideal untuk membangun kemaskulinitas kami.
Bukankan perempuan membutuhkan laki-laki yang bertanggung jawab? Tapi kalau pembaca yang mungkin lebih membutuhkan teman ngobrol daripada tempat bersandar untuk mengahadapi kerasnya kehidupan, maka silahkan anda dapat melupakan hasil diskusi kami diatas.


Comments

Popular Posts