Demdam Anarkis dalam Kehidupan Beragama Republik Afrika Tengah

Demdam Anarkis dalam Kehidupan Beragama Republik Afrika Tengah

Lebih dari 5.000 orang terbunuh. Lebih dari 4.5 miliar orang terusir. Sejumlah 417 masjid hancur. Bahkan para wanita yang berhijab lebih memilih untuk melahirkan bayinya di rumah daripada keluar menuju rumah sakit. Begitulah kondisi Republik Afrika Tengah. Konflik politik yang seharusnya sudah selesai sejak tahun 2014 ini, justru semakin membesar dan merembet kepada konflik agama. Hal ini menjadikan keadaaan semakin rumit dari sebelumnya.
Republik Afrika Tengah merupakan sebuah negara dengan mayoritas penduduknya menganut agama kristen. Tercatat sebesar 80% berpenduduk Kristen yang terdiri dari 51% Protestan dan 29% Katolik.
Islam di negri ini hanya mampu mendominasi sebesar 5% saja yang kebanyakan mendiami wilayah utara. Dominasi kristen di negri ini disebabkan karena faktor penjajahan Eropa yang turut menyebarkan agama yang mereka anut.
Agama Kristen dan Islam awalnya memiliki hubungan yang cukup baik. Namun, resistensi antara kedua agama ini mulai terlihat sejak munculnya pihak anti-pemerintah bernama Séléka yang mayoritas muslim, dengan pihak pemerintah yang dibantu oleh pihak Anti-balaka yang mayoritas beragama kristen. Pada mulanya, konflik ini timbul pada tahun 2012 akibat kekecewaan masyarakat terhadap presiden Francais Bozize yang dianggap melanggar kesepakatan damai tahun 2007. Pelanggaran kesepakatan damai terkait perang yang terjadi sebelumnya antara pihak UFDR dengan pemerintah ini terlihat dari banyaknya eksekusi-eksekusi ilegal oleh pemerintah. Hal ini yang menjadikan Séléka ingin menggulingkan rezim Bozize.
Gayung pun bersambut. Séléka berhasil menguasai sebagian besar wilayah Republik Afrika Tengah dan berhasil menggulingkan Bozize. Pada bulan Maret 203, Michel Djotodia sebagai perwakilan dari Séléka pun mengangkat dirinya menjadi presiden muslim pertama di Republik Afrika Tengah. Namun, rezim Djotodia tak mampu bertahan lama. Ketidakmampuan Djotodia dalam meredam konflik sekterian di negaranya, membuat Djotodia mengundurkan diri dari presiden pada bulan Januari 2014, dan terpilihlah Catherine Samba-Panza sebagai presiden selanjutnya.

Namun, konflik antara Séléka dan anti-balaka terus berlanjut hingga tahun ini. Kebencian anti-balaka terhadap Séléka meluas menjadi kebencian kepada setiap muslim di negara itu. Amnesty International mencatat banyak sekali kekerasan yang dilakukan oleh umat Kristen kepada umat Islam di negri itu. Banyak juga penduduk muslim yang terpaksa meninggalkan Republik Afrika Tengah untuk mencari kehidupan yang lebih manusiawi. Bahkan menurut sumber lain melaporkan bahwasanya umat Kristen melakukan kanibalisasi terhadap umat Muslim. Namun, begitupula sebaliknya. Umat muslim terutama yang tergabung dalam Séléka, kerap menumpahkan kekesalan mereka pada umat Kristiani di lingkungan mereka. Kekerasan antara dua pihak agama ini kian memanas. Bahkan hingga pada titik seperti yang penulis sebutkan diawal tulisan ini. Konflik politik yang justru berubah kearah konflik agama ini akan menjadi semakin rumit untuk diselesaikan. Dalam benak masing-masing pihak, hanya kesalahan yang terpikir ketika melihat pihak lain. Sifat yang Allah sebut sebagai Dzan inilah yang menjadikan konflik di tubuh Republik Afrika Tengah ini masih berlanjut hingga saat ini. 

Comments

Popular Posts