Filsafat Pancasila sebagai Pemersatu Bangsa

Filsafat Pancasila sebagai Pemersatu Bangsa


Indonesia merupakan negara yang kaya akan adat istiadat. Terhitung kurang lebih terdapat 300 suku yang mendiami negara yang memiliki 17.508 pulau ini. Bahasa yang dimiliki oleh Indonesia pun beragam. Menurut data dari Depdiknas, terdapat 758 bahasa daerah yang aktif digunakan oleh rakyat Indonesia. Agama yang dianut pun beragam, mulai dari Islam, Kristen Protestan, Katholik, Hindu, Buddha, Konghucu, dan agama-agama lain. Sebagai negara dengan populasi ke-4 terbanyak di dunia ini, apakah perbedaan dan keberagaman tersebut menjadi sebuah kendala bagi persatuan bangsa?

Setiap negara, pastilah memiliki dasar negara. Dasar negara itulah yang menjadi pedoman kemana arah negara itu akan berlayar.
Tak terkecuali Indonesia. Indonesia memiliki dasar negara yaitu Pancasila yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV.

Memahami nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara adalah salah hal yang fundamental bagi warga negara Indonesia. Hal ini dikarenakan pemahaman atas nilai-nilai Pancasila adalah satu cara bagimana kita dapat lebih mencintai negara kita sehingga akan menciptakan kehidupan sosial yang dapat menunjang kemajuan bangsa. Dan diantara nilai-nilai Pancasila yang perlu kita pahami adalah konsepsi persatuan Indonesia.

Untuk konsepsi Persatuan Indonesia itu sendiri, bisa kita lihat dalam Sila ke-3 Pancasila yang berbunyi “Persatuan Indonesia”. Dengan adanya sila tersebut, kita dapat menarik kesimpulan bahwa para wakil bangsa yang tergabung dalam BPUPKI dan PPKI menyadari akan keberagaman rakyat Indonesia. Mereka menyadari bahwa keberagaman itu akan menjadi masalah vital jika tidak disikapi secara bijak dari awal.

Bermula pada saat rapat BPUPKI yang dimana bertujuan untuk membahas dan meruuskan dasar – dasar negara sebelum Indonesia siap untuk merdeka, Soekarno, Moh. Yamin ,dan Soepomo dipilih untuk merumuskan dasar – dasar negara, tak perlu waktu lama untuk merumuskan dasar negara itu yang pada akhirnya ide Soekarnolah yang diterima karena lebih mewakilkan karakteristik Indonesia itu sendiri. Pada awalnya Pancasila bukanlah Pancasila yang kita kenal seperti sekarang, namun setelah adanya Jakarta Charter dimana Pancasila mendapat revisi pertamanya, karena sebelumnya pada sila pertama disebutkan bahwa ketuhanan harus berdasarkan syariat Islam, namun masyarakat Indonesia Timur saat itu tidak setuju karena bunyi sila tersebut sangat tidak mencerminkan sifat toleransi antar agama, yang dimana akhirnya diganti dengan “Ketuhanan Yang Maha Esa” , barulah Pancasila menjadi Pancasila yang kita tahu sekarang. Bisa kita lihat dalam kasus revisi Pancasila diatas, menurut kami peristiwa tesebut merupakan kasus pertama dimana Pancasila dapat berfungsi sebagai pemersatu bangsa.

Namun, penyeragaman monokultur secara paksa juga akan memiskinkan negara itu. Kita bisa melihat sejarah bagaimana negara-negara yang memaksakan monokultur dan mengabaikan akan kekayaan budaya menjadi miskin dan terbelakang. Uni Soviet yang perkasa, tidak memiliki umur yang lama karena pemaksaan paham komunismenya. Negara-negara timur tengah yang kaya akan minyak, dipenuhi dengan krisis politik dan ekonomi karena pemaksaan monokultur (dalam hal ini agama). Korea Utara, yang memiliki pemerintahan absolut dan memaksakan aturan ke setiap sendi kehidupan (seperti pemaksaan model rambut, pelarangan meonton saluran televisi milik Korea Selatan, dan sebagainya), menjadi negara yang miskin dan lambatnya pertumbuhan ekonomi.


Pemaksaan monokultur memang bukan pilihan yang tepat dalam menyikapi keberagaman. Namun, membiarkan keberagaman tanpa ada batasan juga bukan pilihan yang bijak pula. Disinalah Pancasila berperan. Pancasila menjadi pengikat dan pengerat keberagaman tersebut. 

Comments

Popular Posts