Pedang Allah yang Terhunus : Kisah Epic Khalid ibn Walid

Pedang Allah yang Terhunus : Kisah Epic Khalid ibn Walid

Mendengar Khalid bin Walid, tentu sudah bukan hal yang asing lagi di telinga kita. Sosok panglima perang yang tak terkalahkan ini selalu menginspirasi kaum muslimin akan betapa kuatnya pasukan muslim pada saat itu. Dia mendapat gelar “Saifullah Al-Maslul” atau “Pedang Allah yang terhunus” dari Rasulullah yang menggambarkan ketangkasan yang dimilikinya dalam setiap peperangan.
Khalid terlahir dengan darah bani Makzhum yang mengalir di dalam dirinya.
Ayahnya bernama Al-Walid ibn Mughirah dan ibunya bernama Lubabah. Khalid memiliki kekerabatan yang dekat dengan Umar ibn Khatab, yakni saudara sepupunya. Diceritakan pula bahwa suatu saat Khalid bertanding gulat dengan Umar r.a. dan berhasil mematahkan salah satu kaki Umar r.a.. Untunglah dengan bantuan medis, kaki Umar dapat diluruskan kembali.
Khalid pada awal kemunculan Islam merupakan salah satu orang yang paling menentang ajaran Rasulullah. Pada perang Badar, Uhud, dan Khandak, Khalid masih berada pada pihak lawan. Namun pada tahun 8 H, hidayah Allah menghampirinya. Bersama dengan Utsman bin Thalhah dan Amr bin Ash, Khalid menyetakan keIslamannya dihadapan Rasul yang kemudian disambut hangat oleh kaum muslim. KeIslaman Khalid ini memang sudah menjadi harapan bagi Rasulullah. Melihat kekuatan yang Khalid miliki, akan sangat menguntungkan jika orang seperti dirinya berada pada barisan kaum muslimin.
Setelah Rasulullah wafat, Khalid menjadi salah satu panglima terbesar pada masa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar ibn Khatab. Kepiawaiannya dalam mengomandoi pasukan, menghasilkan kemengangan yang gemilang bagi pihak muslim atas musuh-musuh tangguh pada saat itu, seperti Romawi, Persia, dan Mesopotamia.
Banyak sekali keteladanan yang bisa kita ambil dari sahabat nabi ini. Tentu kita mengetahui babaimana dasyatnya perang Mu’tah. Perang pertama antara pasukan muslim melawan pasukan Romawai yang dipimpin Hiraklius itu memiliki harga yang cukup mahal. Banyak sekali kaum muslimin yang syahid dalam perang itu, bahkan ketiga panglima muslim yakni Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib, dan Abdullah Rawahah, gugur dan tidak mampu melanjutkan panji kepemimpinan Islam. Disaat genting seperti ini, ditunjuklah Khalid sebagai panglima muslim selanjunya. Dibawah komando Khalid, pasukan muslim berhasil mendesak pasukan Romawi dan membalikan keadaan. Strategi perangnya yang jitu yakni melakukan rotasi pasukan sayap kiri dan sayap kanan menjadikan pasukan muslim seolah-olah tiada habisnya dan menciutkan nyali pasukan Romawi. Ide cerdiknya ini kemudian membawa Islam pada kemenangan gemilang atas pasukan Romawi yang berjumlah berkali-kali lipat dari pasukan muslim.

Itulah Khalid, sang pedang Allah yang terhunus. Seorang panglima yang mengabdikan dirinya dalam Islam lewat kepiawaiannya dalam berperang. Bahkan suatu riwayat menyatakan bahwa Khalid pernah berkata “Malam di kala aku dihadiahi seorang pengantin atau aku diberi kabar gembira dengan kelahiran anakku tidaklah lebih aku sukai daripada malam yang dingin dalam barisan pasukan kaum Muhajirin di saat paginya aku akan berhadapan dengan musuh”. Seperti itulah seorang muslim sejati, yaitu muslim yang mengabdikan segenap kemampuannya untuk Islam. Kemampuan disini bukan terbatas pada artian kemampuan fisik saja, namun juga kemampuan intelektual. Di dunia yang saintis sekarang ini, perjuangan Islam tentu perlu mengubah orientasi melalui perjuangan yang bersifat ilmiah, dengan demikian, maka eksistensi islam akan semakin kuat ditengah-tengah masyarakat. 

Comments

Popular Posts