Detak Jantung Detik Nyawa
Detak Jantung Detik Nyawa
“Jika engkau ingin diperluas
rizkinya dan diperpanjang umurnya, maka sambunglah tali silaturahmi”
Kalimat di atas agaknya tidak
asing di tengah umat muslim. Berbagai literatur mengupas bagaimana pentingnya
hubungan horizontal di samping hubungan vertikal dengan Tuhan yang sudah tentu
tidak dapat ditampikan. Secara positif, kalimat di atas (yang merupakan hadist
yang dinilai shohih) cukup logis ketika coba kita kupas melalui kacamata ilmu
pengetahuan. Sambung silaturahmi. Ya.
Dengan itu tentu kita dapat memperluas pintu-pintu rikzi yang akan kita
dapatkan. Berbagai link usaha semakin terbuka dan tidak jarang pula akan
muncul jalan-jalan baru yang memperluas jaringan usaha kita. Tapi “memanjangkan
umur”? What..? Why!? Apa hubungannya dengan silaturahmi?
Adalah seorang doktor yang telah
bertahun-tahun menekuni bidang kesehatan jantung. Setiap tahun dia menangai
pasien-pasien dengan berbagai macam keluhan jantung, dan setiap tahun pula tak
jarang dia berduka cita atas hilangnya nyawa dari pasien-pasinya. Namanya
Maryam Horsten, doktor spesialis kesehatan jantung di Karolina Institute,
Stockholm, Swedia. Dari pengalamannya, selama bertahun-tahun itu, ada yang
menarik perhatiannya; daya tahan terhadap serangan jantung ternyata tidak berhubungan
langsung dengan pola makan, gaya hidup, dan bahkan tekanan ketika menghadapi
persoalan kehidupan masyarakat.
Aneh. Justru orang-orang yang
memiliki jantung lemah adalah orang yang tinggal menyendiri, jarang menghadapi
persoalan kehidupan, dan mereka menjalani kehidupan dalam kemapanan, nyaris
tanpa gejolak hidup sama sekali. Bagaimana mungkin ritme yang linear datar ini
justru menyebabkan tingginya resiko serangan jantung? Hal inilah yang memicu
Hosrten dan beberapa koleganya untuk menelusurinya lebih lanjut. Mereka
mengukur dan merekam detak jantung 300 orang wanita sehat selama 24 jam.
Demikian mereka lakukan secara periodik selama bertahun-tahun lamanya.
Penelitian dilakukan pula kepada teman-teman wanita itu terkait seberapa tinggi
tingkat kemarahan dan depresi mereka.
Horsten dan timnya tertarik
dengan apa yang disebutnya dengan “variablitias detak jantung”. Ini adalah sebuah
tolak ukur untuk mengetahui perubahan detak jantung yang terjadi selama periode
seharian penuh. Dan hasil penelitian mereka bertahun-tahun ini cukup
mengejutkan masyarakat; orang yang sehat dan memiliki jantung yang kuat
memiliki rentang variabilitas yang tinggi. Bahkan rentang itu dapat dikatakan
sangat lebar. Apa artinya? Itu menunjukan bahwa detak jantung mereka sangat variatif.
Mereka yang aktif dan banyak terhubung dengan sesama manusia dan mengalami
berbagai guncangan emosi—tertawa, menangis, cemas, optimis, frustasi, sangat berpengaruh
terhadap pembentukan berbagai hormon, termasuk adrenalin yang turut serta
mengatur ritme kerja jantung. But, bukankan dengan demikian maka jantungnya
akan semakin terpicu untuk terus bekerja keras? Dan bukankah dengan demikian
maka akan semakin mudah sakit? Justru sebaliknya. “Jantung dalam kondisi
semacam itu adalah jantung yang berolahraga. Jantung ini menjadi sangat
terlatih dan kuat. Jantung ini adalah jantung yang sehat”, ungkap Myriam
Horsten. Dan sebaliknya, jantung orang yang kehidupannya datar-datar saja,
tenteram-tenteram saja, dan jarang berinteraksi sosial akan memiliki varietas
detak jantung yang sangat kecil. Akibatnya, jantung mereka menjadi jantung yang
lemah terhadap suatu serangan.
Jadi, bagaimana cara memperkuat
jantung kita?
“Gampang. Perbanyaklah hubungan
dengan sesama, perkaya getaran-getaran emosi bersama mereka, lakukan hal
variatif dalam kehidupan, dan cobalah tantangan-tantangan baru!”, ujar Myriam
Horsten
Comments
Post a Comment